Awalnya mengkritik Gereja, ia berubah ketika melihat penderitaan masyarakat miskin kota Pompeii. Di kemudian hari, ia mendirikan , Pompeii.
Bartolo Longo berasal dari keluarga kaya di Brindisi, Italia Selatan. Orangtuanya, Bartolomeo Longo dan Antonina Luparelli berkecukupan dalam hal materi. Keluarga ini tak pernah meninggalkan keutamaan Kristiani. Lewat sang ibu, hidup rohani Bartolo dikuatkan melalui devosi kepada Bunda Maria.
Karena itu, kelahiran Latiano, Brindisi, 10 Februari 1841 ini memutuskan masuk Sekolah Piarist dengan harapan kelak bisa menjadi imam. Sebagai murid, Bartolo unggul dalam sastra, pidato, anggar, menari, musik dan lainnya.
Namun, si jenius ini berubah drastis tatkala sang ayah meninggal dunia pada 1851. Demi melanjutkan hidup, sang bunda menikah lagi dengan seorang pengacara muda. Awalnya, Bartolo menolak, tapi ketika melihat perhatian sang ayah tiri, hatinya luluh. Ia merasakan kasih sayang ayah dari seorang pria yang bukan ayah kandungnya.
Lewat didikan ayah tiri, Bartolo tumbuh menjadi pribadi yang lihai dalam bidang kesenian dan hukum. Berkat ayahnya, ia belajar ilmu hukum di Universitas Napoli pada 1864. Kepiawaiannya dalam bidang hukum membuatnya cepat terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis di kampus.
Tahun 1860-an, Gereja Katolik mengalami masa transisi. Gereja berselisih dengan gerakan-gerakan nasionalis. Di kalangan kaum intelektual, politisi dan konglomerat gerakan ini dianggap sebagai gerakan anti-kepausan. Adalah Giuseppe Garibaldi (1807- 1882), seorang politisi Italia yang berniat menyatukan kursi kepausan dan pemerintah.
Geliat Giuseppe segera merambat masuk ke dunia pendidikan. Bartolo pun mendukung gerakan ini. Ia mengkampanyekan penghapusan kantor kepausan lewat media Neapolitan (Napoli). Sementara, pada waktu yang bersamaan muncul semangat okultisme (kepercayaan kepada hal-hal mistis). Bartolo juga terjerumus dalam gerakan “satanisme” dan malah menjadi pemimpin gerakan tersebut. Konon, ia pernah ditahbiskan menjadi imam okultisme. Kendati demikian, ia toh mampu menyelesaikan kuliahnya pada 1864.
Pada usia 22 tahun, ia mengalami kegelisahan dan kebingungan. Saban hari ia hidup dalam paranoia dan kecemasan. Pernah ia menggambarkan, “Sampai pada satu titik, saya ingin bunuh diri. Ketika tiba waktu yang tepat, saya ingat pesan St Dominikus: dia yang berdoa Rosario, akan diselamatkan.”
Suatu hari, ia bermimpi bertemu almarhum sang ayah yang berpesan agar segera kembali ke iman asalnya. Mimpi itu membawanya kepada Profesor Vincenzo Pepe. Ia lalu dikenalkan pada Pater Alberto Radente OP. Lewat nasihat Pater Alberto, Bartolo berubah. Ia ingin melakukan sesuatu sebagai silih atas hidupnya di masa silam dan melayani Gereja yang dulu ia fitnah. Ia bergabung dengan sekelompok orang yang menaruh perhatian kepada mereka yang miskin dan sakit. Salah seorang anggota kelompok tersebut adalah Nyonya Mariana di Fusco, seorang janda kaya yang mempunyai tanah dekat reruntuhan Pompeii. Ia pun ditugaskan ke Pompeii untuk mengatur kekayaan Mariana.
Rasul Rosario
Setiba di Pompeii, Bartolo menyaksikan kota Pompeii yang kumuh dan penduduknya miskin dalam hidup rohani. Ia berikrar untuk melayani mereka yang miskin dan papa. Suatu malam, pada Oktober 1872, ia teringat akan “pentahbisannya” sebagai imam okultisme. “Saya berpikir meskipun saya telah bertobat, tapi ‘imamat setan’ tetap untuk selamanya. Kala itu, saya dilanda putus asa yang hebat, hingga hampir bunuh diri. Kemudian, saya mendengar suara Pater Alberto yang mengulangi kata-kata Perawan Maria, “Jika Anda mencari keselamatan, sebarkanlah doa Rosario.”
Setelah bertobat, Bartolo membujuk masyarakat membersihkan gereja yang telah rusak dan mengundang mereka berdoa Rosario. Sayang, hanya beberapa anak kecil saja yang tertarik. Demi mengambil hati umat Pompeii, ia mengadakan festival Pesta Ratu Rosario pada 1873. Lagi-lagi usahanya gagal. Pada tahun ketiga keberadaannya di Pompeii, ia mengundang para imam Redemptoris (CSsR) untuk bermisi selama dua minggu di Pompeii. Kali ini misinya berhasil, bahkan mendapat restu dari Uskup Nola, Napoli, Mgr Giuseppe Formisano (†1890).
Bartolo memulai proyek pembangunan gereja dengan pertama-tama mencari lukisan St Perawan Maria Ratu Rosario. Lewat Pater Alberto, ia mendapat sebuah lukisan bergambar Bunda Maria, St Katarina dari Siena dan St Dominikus. Gambar itu diserahkan Sr Concetta de Litala kepadanya. Ketika menerima gambar itu, ia bergumam, “Tidak saja lukisan itu dimakan rayap, tetapi wajah Bunda Maria seperti wajah wanita desa yang kasar. Secuil kanvas hilang tepat di kepalanya, mantolnya retak. St Dominikus tampak seperti seorang idiot jalanan.”
Agar tidak mengecewakan Sr Concetta, Bartolo membungkusnya dan menyerahkan kepada seseorang untuk mengantarnya ke Pompeii. Dengan cara demikian, Ratu Rosario tiba di Pompeii pada 13 November 1875. Lukisan itu diubah pada 1876, kemudian pada 1879 direstorasi Federico Madlarelli, pelukis tersohor Italia. Restorasi terakhir dibuat pada 1965.
Usaha ini semakin menunjukkan hasil tatkala ia berencana membangun gedung gereja yang besar dan indah untuk lukisan tersebut. Sekitar 300 umat miskin setempat juga berjanji menyumbangkan satu penny (uang logam) setiap bulan.
Sementara gereja masih dalam tahap pembangunan, terjadi tiga mukjizat. Clorida Lucarelli, gadis berusia 12 tahun mengidap epilepsi. Kerabat yang putus asa berjanji membantu pendirian gereja jika Clorida sembuh, dan terjadilah seperti harapan keluarga. Mukjizat kedua berhubungan dengan seorang perempuan muda, Concetta Vasterilla, yang sedang dalam penderitaan menjelang ajal, juga disembuhkan saat janji serupa dibuat. Sebulan setelah peletakan batu pertama, Gio vannina Muta, penderita paru-paru akut juga menjadi sembuh berkat doa kepada Bunda Maria Ratu Rosario.
Gereja megah itu pun berdiri tegak di pusat kota Pompeii. Gereja itu diberkati Kardinal Rafaelle Monaco La Valletta (†1896), Duta Vatikan di masa penggembalaan Paus Leo XIII (1810-1903) pada Mei 1891. Pada 19 Februari 1894, Bartolo menyerahkan Gereja Maria Ratu Rosario kepada Vatikan. Tahun 1934, atas perintah Paus Pius XI (1857-1939), sebuah Basilika baru yang besar dibangun dan didedikasikan kepada Bunda Maria Ratu Rosario. Basilika itu selesai pada 1939 dan diresmikan atas nama Paus Pius XII (1862-1943) oleh Kardinal Luigi Magliones (1877-1944), Sekretaris Negara Vatikan.
Lukisan yang telah direstorasi, ditempatkan di atas altar utama Basilika. Lukisan berwarna tersebut menggambarkan St Perawan Maria duduk di atas takhta. Di pangkuannya duduk kanak-kanak Yesus yang membawa seuntai Rosario dan mengulurkannya kepada St Dominikus. Sementara Bunda Maria memberikan seuntai Rosario kepada St Katarina dari Siena.
Bartolo melakukan banyak karya amal dan menikahi rekan kerjanya, Nyonya Mariana pada 1 April 1885. Ia wafat pada 5 Oktober 1926 pada umur 85 tahun di Basilika yang didirikannya. Pada 26 Oktober 1980, Bapa Suci Yohanes Paulus II membeatifikasinya atas jasa besar mempertobatkan umat Pompeii. Ia dikenang setiap 5 Oktober sebagai Rasul Rosario.
Sumber : hidupkatolik
bacmite_ho Amy Green link
BalasHapusylinwisbu
biovesQtia-ko_Warren Mai Miller Burp Suite Professional 2022.8.2
BalasHapusCorel Painter
Speedify
VMware Workstation
pibottwetre