![]() |
Kegiatan membaca ini merupakan prosedur untuk memahami tulisan sendiri maupun tulisan orang lain. Salah satu cara belajar berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah dengan membaca. Semakin kita rajin membaca, pengetahuan semakin bertambah. Dengan membaca, seseorang akan semakin terbiasa menggunakan kata-kata dan kalimat yang tentu saja semakin mudah baginya untuk berbicara di depan umum.
Mengapa membaca sangat penting bagi
mahasiswa? Mengapa mahasiswa malas dan jarang membaca? Pertanyaan ini mungkin dianggap
remeh oleh sebagian mahasiswa. Namun demikian, untuk melaksanakannya sangat
sulit. Para mahasiswa sering dimanjakan oleh SOSMED. Perilaku instan para
mahasiswa ini sepertinya sukar diubah. Dengan berbagai macam alasan yang dilontarkan
oleh mahasiswa, seperti tugas banyak, cari di internet menjadi lebih mudah, dan
lain-lain. Ada juga yang mengatakan, penyelesaian tugas dalam kurun waktu yang
sangat singkat akan terlalu lama jika mencari materi di dalam buku. Cara pandang
dan perilaku mahasiswa seperti inilah yang melekat pada benak sebagian besar mahasiswa
kita. Seharusnya mahasiswa harus membudayakan kebiasaan membaca dan menulis
guna mempersiapkan masa depan yang lebih cerah.
Salah seorang mahasiswa yang diwawancarai
berkata,”Saya suka belajar disaat sebelum ujian hampir tiba. Istilahnya belajar
ngebut semalam.” Mahasiswa aktif lainnya juga mengemukakan pendapat dan
obsesinya terhadap membaca. Ia suka membaca dan biasanya membaca pada saat
tidak ada kesibukkan. Baginya membaca itu sebagai penyegar, menemukan kosakata
baru, mendapatkan informasi, dan sebagai sumber inspirasi dan motivasi.
Perilaku mahasiswa seperti inilah yang patut dicontoh. Pengetahuan-pengetahuan
yang digalinya saat ini mempermudah kelangsungan hidup di masa depan.
Mahasiswa
adalah jantung dunia. Rendahnya giat membaca mahasiswa merupakan penyakit
jantung dunia. Mengapa demikian? Karena mahasiswa adalah pemuda penerus. Jika
pemuda salah diutik, bayangkan seperti apakah Indonesia kedepannya? Presiden pertama
Indonesia Ir. Soekarno berkata, “Berikan aku beribu-ribu orang tua, tetapi
berikan sepuluh pemuda untuk menggoncang dunia.” Maksud dari pernyataan
tersebut bahwa pemudalah yang memegang masa depan negara Indonesia melalui
bimbingan orang tua dalam membentuk perilaku baik pemuda (mahasiswa). Secara
tidak langsung beliau menyuruh mahasiswa tahun 1945 sampai dengan mahasiswa
tahun 2018 keatas, untuk belajar dengan membaca dan menulis sebagai salah satu
tujuan dari pernyataannya, termasuk mahasiswa sekarang ini.
Seorang
Mahasiswa juga pernah berkata, “Mahasiswa sekarang ini jarang membaca buku di
perpustakaan, mereka hanya datang pesiar dan melihat-lihat buku. Dikarenakan
bukunya tidak terlalu menarik, sehingga mahasiswa tidak mau membaca.” Kelalaian
mahasiswa inilah yang menjadi salah satu penyebab negara ini tidak pernah maju.
Mengapa
harus membaca? Membaca itu
menyenangkan,
apabila dipahami dan diterapi. Agar membaca lebih menyenangkan penulis
mempunyai beberapa cara agar rajin membaca. Pertama,
menulis dengan rapi. Biasakan tangan agar menulis
dengan rapi dan usahakan tulisannya dapat dimengerti. Sehingga saat membuka
kembali catatan tidak akan jenuh untuk membacanya. Kedua,
tampilan buku yang menarik. Dengan desain yang
menarik dari buku mendorong seorang mahasiswa untuk membaca. Stiker-stiker lucu
yang tertempel disebagian kertas dan kombinasi gambar dengan tulisan dalam
sebuah buku menjadi lebih menarik untuk dapat dibacakan. Yang ketiga, judul buku yang menarik. Judul buku yang bagus juga akan
mendorong mahasiswa untuk mencari tahu isi dari buku tersebut. Keempat, merawat
buku. Buku yang tidak terawat menjadi kusut, kotor dan jelek. Oleh karena itu
rawatlah buku sebaik mungkin agar nyaman saat membaca. Kelima, menyelipkan kalimat
bijak untuk menjadi motivasi dan inspirasi.
Minat
baca dipengaruhi oleh bagusnya tulisan yang ditulis oleh penulis. Sebuah
tulisan/karangan yang bagus akan mendorong mahasiswa untuk membaca. Menulis itu
seni. Mengapa demikian? Karena menulis merupakan karya tangan kita sendiri.
Baik yang diketik maupun tulisan tangan. Semakin kita rajin membaca dengan
sendirinya kemauan kita untuk menulis semakin tinggi. Janganlah kita suka
membaca karangan orang lain tetapi kita tidak bisa menulis karangan sendiri.
Menjadi seorang penulis sangat mudah asalkan kita sering membiasakan diri untuk
menulis dari hal yang terkecil, misalnya menulis buku harian, membuat agenda
anggaran bulanan, menulis materi yang diberikan oleh dosen, dan lain-lain. Seperti
kata pepatah yang mengatakan,
kita
bisa karena biasa.
Dalam
proses penyusunan makalah pada
kenyataannya banyak mahasiswa yang menyalin karya
ilmiah dari internet. Mahasiswa tidak mampu menyusun makalah hasil pemikiran
sendiri atau kelompok karena tidak mampu menulis dan tidak biasa membaca.
Minimnya giat tulis menulis mahasiswa dikarenakan mahasiswa-mahasiswi lebih
menyukai karangan orang lain daripada menciptakan karangan sendiri. Tidak
disadari olehnya bahwa membaca karangan orang lain merupakan sebuah dorongan
agar kita juga mempunyai tekad untuk menulis karangan sendiri. Sangat penting
bagi mahasiswa untuk membenah diri dan bertanya “Kapan orang lain akan membaca
karanganku?”
Kita
perlu belajar menulis sesuai
aturan penggunaan ejaan yang belaku. Dalam buku Bahasa
Indonesia dalam Penulisan di Perguruan Tinggi (2013), memuat
aturan-aturan penulisan yang baik dan baku. Syarat untuk menentukan kelulusan
akhir semester, mahasiswa harus menyelesaikan tugas skripsinya dalam satuan
pendidikan di Perguruan Tinggi. Menyusun skripsi
tidaklah semudah menyusun
makalah yang disalin dari internet, tetapi skripsi harus hasil karya sendiri
dan menjadi penilaian akhir mahasiswa untuk dapat
diwisudakan. Mahasiswa yang tidak biasa membaca akan berdampak pada penggunaan
bahasa yang tidak baku dalam menyusun skripsi. Mahasiswa tidak mampu mempertanggung jawabkan skripsinya
secara lisan, karena tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Kurangnya
membaca berakibat fatal pada proses penulisan. Karena tidak memahami aturan
penulisan, dalam penyusunan karya ilmiah yang resmi menjadi tidak baku. Inilah
yang menyebabkan mahasiswa selalu mencetak ulang skripsinya dan bahkan menyusun
ulang. Inilah yang biasa terjadidi kalangan mahasiswa pada akhir semester karena
kelalaiannya waktu kuliah.
Penulis
memaparkan semua fakta yang berdasarkan bukti hasil wawancara maupun hasil
pengamatan penulis yang terjadi di kalangan mahasiswa. Penulis menyimpulkan
mahasiswa sebagian besar bergantung pada internet, yang melemahkan cara
berpikir mahasiswa tersebut. Oleh karena itu, penulis mengajak semua mahasiswa
untuk percaya dengan kemampuan sendiri.
Oleh Agustinus
Ekensianus Parung
Program Studi Pendidikan Matematika 2017
Great..👍
BalasHapus